Di beberapa kota, keselamatan kerja pada industri konstruksi menjadi perhatian utama bagi pemerintah dan masyarakat. Hal ini dikarenakan besarnya angka kejadian kecelakaan kerja di Indonesia, terutama pada industri konstruksi. Berdasarkan European Union, 67% pekerja pada sektor konstruksi pada dasarnya sadar bahwa mereka sangat beresiko besar dalam hal kecelakaan kerja. Statistik kecelakaan kerja berdasarkan United Kingdom Health and Safety Executive menunjukkan bahwa angka peningkatan kejadian kecelakaan kerja meningkat dari tahun 1997/1998 dari angka 3.8 menjadi 6.0 pada tahun 2000/2001. Ada sekitar 870 kejadian kecelakaan kerja fatal pada rentang tahun 1991/1992-2000/2001, dengan rata-rata pertahunnya sebesar 87 kejadian per tahun. Pada tahun 2000/2001 kejadian mencapai 106 buah kejadian kecelakaan kerja fatal, lebih besar 31 % dibanding tahun 1999/2000, dan paling besar dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi industri konstruksi di Indonesia. Siapakah yang memiliki andil besar dalam hal ini. Siapakah yang salah atau patut dipersalahkan?
Masalah dasar yang terjadi kemungkinan besar dikarenakan oleh kurangnya pemahaman tentang bagaimana pelaksana pekerja konstruksi berbagi upaya dalam mengendalikan keamanan konstruksi. Untuk itulah perlu segera diselesaikan terkait pengetahuan kebutuhaan untuk berbagi tanggungjawab dalam permasalahan kecelakaan konstruksi ini.
Salah satu perusahaan yang sudah mencoba memperbaiki dan mengembangkan program kerja SMK3L adalah PT. Nindya Karya (Persero). Ada empat program utama yang dilaksanakan, diantaranya adalah :
1. Safety Induction
2. Safety Talk / Toolboox Meeting
3. Site Inspection (Daily, CEVTM)
4. Report (Daily, Weekly, Monthly), P2K3 Dan Risk Register
Melalui empat program kerja di atas, diharapkan dapat tercapai tujuan dari Prinsip dasar penerapan K3 tersebut yakni Risk assessment dalam hal identifikasi & analisa potensi bahaya serta Tindakan Pengendalian pada bahaya tersebut. (*Riska, MKI)